Kisah Salesman Mesin Tik Jadi Bos Lion Air
Diposting oleh : admineciputra - Dibaca: 128 kali
Rusdi
Kirana pengusaha Indonesia yang mengagetkan dunia dengan pembelian
Airbus terbesar sepanjang sejarah yang disaksikan langsung Presiden
Prancis Francois Holland, merintis bisnisnya dari penjual mesin ketik .
Bersama dengan pemesanan Boeing
senilai 21 milyar dollar yang disaksikan Presiden Amerika Barack Obama
hampir setahun lalu, jumlah uang yang telah Rusdi Kirana gelontorkan,
nilainya bisa menutupi dana talangan Uni Eropa untuk Siprus.
Meski selama di Prancis, pemilik
Lion Air itu menerima penghormatan sebagaimana layaknya pimpinan negara,
namun dia tetap memperlihatkan sikap rendah hati.
Meski pengusaha berusia 49 tahun
itu kini mencatat rekor pembelian dengan dua pabrik pembuat jet terbesar
dunia, tapi hingga kini dia tetap memilih gaya hidup sederhana dan
duduk di kelas ekonomi saat bepergian sendiri.
“Saya lebih memilih terbang dengan
kelas ekonomi, tapi kadang-kadang itu membuat para pemasok (perusahaan
pembuat pesawat untuk Lion Air-red) gelisah. Saya tidak ingin membuat
mereka marah,” kata Kirana bercanda.
Namun hingga kini sosok Rusdi
apalagi saudara laki-lakinya Kusnan Kirana masih menjadi misteri.
Bersama-sama mereka memulai bisnis penerbangan dengan modal satu pesawat
jet 12 tahun lalu.
Meski ekspansi bisnis Lion Air menarik perhatian dunia, perusahaan itu masih menghadapi masalah dengan citra.
Isu standar keselamatan dan ketepatan waktu terbang masih bayangi bisnis Lion Air.
Isu standar keselamatan dan ketepatan waktu terbang masih bayangi bisnis Lion Air.
Mereka punya reputasi soal delay
dan masih dilarang untuk terbang di atas langit Uni Eropa dan masuk
daftar pemantauan terkait masalah standar keselamatan. Kirana menyebut
ini tidak adil.
“Itu membuat tidak ada perbedaan apakah saya membeli pesawat Airbus atau tidak, tapi saya berharap akan ada kemajuan,” kata dia.
Lion Air menguasai sekitar 45
persen pasar domestik di Indonesia dengan tawaran tiket murah dengan
motto “We Make People Fly“. Tapi untuk memenuhi mimpi meraup target
pasar 60 persen, mereka susah payah mencari para pilot dan teknisi.
Perusahaan itu kini sedang membangun rumah
untuk 10 ribu orang termasuk keluarga karyawan. Pembangunan itu sudah
hampir rampung. Kebijakan itu dinilai para pengamat sebagai sesuatu yang
masuk akal di tengah persoalan kemacetan lalu lintas di ibukota
Jakarta.
Rusdi Kirana sendiri memiliki rumah di Indonesia, Singapura dan Malaysia, namun dia ingat hari-hari ketika dia berangkat ke sekolah dengan perut lapar.
Rusdi Kirana memulai karir sebagai
penjual mesin ketik Amerika `Brother`. Bersama saudara laki-lakinya
Kusnan. Awalnya mereka membangun sebuah perusahaan biro perjalanan
bersama, lalu kemudian mendirikan maskapai penerbangan dengan modal satu
pesawat jet pada Juni 2000.
Tahun lalu, Rusdi dan Kusnan Kirana
berencana menjual saham perusahaan itu senilai lebih dari 1 milyar
dollar, tapi rencana itu tertunda karena situasi pasar yang tidak
stabil. Jika perusahaan itu jadi menjual sahamnya tahun 2015 sesuai
rencana, maka maskapai penerbangan itu wajib membuka laporan
keuangannya.
“Kami tidak suka terlalu banyak
pamer kepada orang-orang, kami hanya ingin bekerja,” kata Rusdi Kirana
suatu ketika setahun yang lalu. “Anda bisa menelepon bankir saya. Mereka
tidak akan mau membiayai sebuah perusahaan jika tidak sangat bagus.”
Namun, beberapa kalangan cemas
bahwa tingkat suku bunga yang rendah dan kredit ekspor barat-lah yang
telah membantu maskapai murah di Asia membanjiri pasar dengan
pesawat-pesawat baru.
Kirana juga adalah sebuah contoh
utama apa yang disebut sebagai "key man risk" -- sebuah situasi di mana
perusahaan mempunyai ketergantungan berlebih pada pimpinan perusahaan.
Itu adalah gambaran yang sama
dengan rival utamanya Tony Fernandes, pemilik AirAsia. Tapi jika
Fernandes bermandikan sorotan sebagai pemilik klub sepakbola liga utama
Inggris QPR dan aktif di Twitter, Kirana sebaliknya jarang memberikan
kesempatan wawancara. “Medan pertarungan kami adalah di pasar,” kata
Rusdi Kirana. (ant/as/img:google)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar