TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA
- Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo diharapkan tidak lagi mengurusi
sampah di pemukiman-pemukiman elit dan mewah di Jakarta. Pasalnya,
dengan Perda Nomor 3 Tahun 2013 tentang pengelolaan sampah yang
mewajibkan kawasan khusus seperti industri, mall, apartemen, hotel,
hingga pemukiman mewah mengurus sampahnya sendiri.
“Jadi pak Jokowi hanya urusi sampah kawasan pemukiman menengah bawah, pemukiman elit harus bawa sampahnya sendiri ke Bantargebang,” ujarnya, di Jakarta, Senin (17/2/2014).
Saat ini sejumlah perusahaan jasa kebersihan membentuk organisasi Asosiasi Jakarta Bersih (AJB) sebagai wadah. Pembina AJB, Amir Sagala mengatakan, AJB menjalankan konsep B to B dan tidak ada kaitan dengan pemerintah sama sekali, termasuk tidak menggunakan APBD.
Justru pihak swasta mengeluarkan uang untuk membayar retribusi ke Pemprov DKI Jakarta. Pihak swasta juga tetap menggunakan TPST Bantargebang sebagai tempat pembuangan. Sehingga mereka juga membayar tipping fee kepada pengelola TPST Bantergebang.
Saat ini, lanjutnya, AJB sudah terbentuk dan telah memiliki tenaga SDM serta sarana dan prasarana yang layak. Asosiasi ini akan melayani daerah-daerah mandiri dan kawasan usaha atau pabrik.
“Kita sedang sosialisasi terus, seperti daerah Pluit, kita tawarkan kepada pemukiman mewah di sana Rp 114.000 per bulan,” tuturnya.
Kepala Bagian Pengembangan dan Operasional AJB, Julius Wibowo menambahkan, pihaknya menghitung biaya yang dibebankan ke konsumen berdasarkan operasional pengangkutan sampah, retribusi daerah, dan juga tipping fee ke Bantargebang.
“Total biaya tipping fee dan retribusi saja mencapai 31 persen, sedangkan keuntungan kita hanya sekitar 15 persen,” ujarnya.
Julius menjelaskan, Pemprov DKI Jakarta menetapkan biaya pengangkutan sampah B to B sebesar RP 500.000 hingga RP 1 juta per ton. Angka ini masih lebih murah dibandingkan di Singapura dan Malaysia.
(Ahmad Sabran)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar